
NU Purworejo Nyatakan Haram Permainan Capit Boneka, Begini Penjelasannya
Kemiri,(purworejo.sorot.co)--Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Purworejo, memutuskan bahwa hukum permainan capit boneka hukumnya tidak diperbolehkan atau haram karena mengandung unsur perjudian, sehingga hukum menyediakannya pun juga haram.
Keputusan itu dihasilkan dalam pertemuan bersama Bahtsul Masail LBM PCNU Kabupaten Purworejo di Masjid Besar AL-Firdaus, Kauman, Desa Kemiri Lor, Kecamatan Kemiri.
Hasil keputusan dituangkan dalam surat keputusan Bahtsul Masail LBM PCNU Kabupaten Purworejo dengan surat keputusan nomor 18/PC.LBMNU /VIII/2022. Ketua LBM PCNU Kabupaten Purworejo, Muhammad Ayub mengatakan, bahwa permainan capit boneka dengan mesin capit yang berbentuk cakar atau yang dikenal dengan nama claw machine kini mulai merambah ke pelosok-plosok desa, tidak hanya di pusat kota saja.
Dijelaskan, permainan itu bisa dimainkan dengan memasukkan koin yang sebelumnya ditukarkan dengan uang, 1 koin bisa ditukar dengan uang seribu rupiah, ketika koin dimasukkan maka mesin pencapit atau penjepit yang berbentuk seperti cakar bisa dimainkan dengan mengambil boneka yang terdapat di bawah penjepit untuk diambil dan digeser ke lubang tempat mengeluarkan boneka dari mesin dengan stik yang bisa digeser untuk mengarahkan cakar pencapit, ketika boneka berhasil dikeluarkan maka boneka bisa dimiliki oleh pemain.
"Ya, permainan ini sangat sulit karena boneka yang dijepit mudah lepas, ketika sudah lepas maka diperlukan koin selanjutnya untuk mulai menjepit boneka lagi. Meski demikian permainan itu lumayan digemari oleh anak anak kecil," kata dia, Minggu (18/09/2022).
Lanjutnya, adapun hukum memainkan dan menyediakan permainan claw machine atau capit boneka itu, sebagaimana dalam deskripsi hukumnya tidak diperbolehkan atau haram karena mengandung unsur perjudian, sehingga hukum menyediakannya pun juga haram. 
"Ini unsur perjudian yang dimaksud adalah setiap penyerahan harta sebagai perbandingan suatu kemanfaatan yang akan ia terima namun kemanfaatan tersebut bisa jadi berhasil dan bisa jadi gagal (spekulasi). Praktek sebagaimana dalam deskripsi di atas tidak bisa diarahkan kepada aqad ijaroh atau praktek sewa menyewa, karena seandainya pemain sudah mengetahui bahwa dia akan gagal, maka ia tidak akan mengikuti permainan tersebut," ungkapnya.
Disampaikan Muhammad Ayub, unsur perjudian dalam permainan itu telah jelas sesuai refrensi dalam kitab Hasyiyah As-Shawi Ala Tafsir Jalalain, jus 1 halaman 140, Rowaiul Bayan Tafsir Ayatul Ahkam, jus 1 halaman 279, Al-Fiqhul Islam Wa Adilatuh, jus 4 halaman 2662, Isadur Rafiq, jus 2 halaman 102, Fatawa Wa Musyawarot Liduktur Muhammad Said Ramadhan Al-Buthi, jus 2 halaman 49. Serta referensi dari Fathul Mu'in dan Hasyiyah Ianatu Tholibin, jus 3 halaman 135 dan Fathul Mu'in, halaman 39.
"Orang tua atau wali harus melarang anaknya dengan cara menegur, menasehati dan memberi pengertian untuk tidak mengikuti permainan tersebut, karena mengandung unsur perjudian yang dilarang agama," pungkasnya.