
Pertengkaran Mendominasi Kasus Perceraian di Purworejo
Purworejo, (gunungkidul.sorot.co)--Seribu lebih pasangan di Kabupaten Purworejo bercerai pada tahun 2022 kemarin. Gugatan cerai istri selalu menempati predikat lebih tinggi daripada cerai talak yang berasal dari suami.
Dalam kasus perceraian, perempuan lebih dominan menjadi penggugat dibandingkan dengan cerai talak yang dilayangkan oleh pihak laki-laki. Pada tahun 2022 ada sebanyak 1.186 kasus dari 1.584 kasus perceraian sisanya 398 kasus cerai talak.
Berdasarkan data di Pengadilan Agama Kabupaten Purworejo, perceraian di Kabupaten Purworejo didominasi oleh perselisihan dan pertengkaran terus-menerus merupakan kasus yang paling menyolok dan menempati urutan tertinggi yakni sebanyak 1.257 kasus dan masing-masing 2 kasus perceraian yang disebabkan oleh poligami dan KDRT (kekerasan dalam rumah tangga).
"Penyebab perselisihan dan pertengkaran itu bervariasi mulai dari ekonomi, kurangnya nafkah hingga adanya orang ketiga," kata Muhammad Khoiruddin, Panitera Muda Pengadilan Agama Kabupaten Purworejo kepada sorot.co di kantornya, Senin (20/03/2023).
Selain faktor tersebut, Khoiruddin mencatat faktor penyebab lain yang juga cukup tinggi angkanya yakni meninggalkan salah satu pihak, sebanyak 135 kasus. 
Khoiruddin menyebutkan bahwa faktor ekonomi tidak lagi menjadi dominasi penyebab perceraian, jumlahnya pun hanya sebanyak 116 kasus.
Kasus perceraian di Purworejo ini terbanyak terjadi pada bulan Januari 2022 yakni 43 kasus cerai talak dan cerai gugat 167 kasus.
Sidang di Pengadilan Agama sendiri, dikatakan Khoiruddin, setiap harinya bisa ada sekitar 20 kasus.
"Perhari rata-rata sekitar 20 sidang. Pernah juga sampai 25. Kita sidang di hari Senin sampai Rabu, untuk Kamis dispensasi kawin. Ada 6 hakim di sini," terangnya.
Sementara itu, Dewa Antara, Direktur LBH Sakti yang banyak menangani perceraian mengatakan, kasus tertinggi perceraian adalah KDRT.
"KDRT kan bisa banyak kekerasan psikologis, kekerasan fisik, penelantaran, kekerasan seksual," ungkapnya.
Dari kriteria tersebut kekerasan fisik mendominasi terjadinya perceraian di Purworejo, kemudian diikuti kekerasan psikis dan penelantaran.